Senin, 08 Oktober 2012 | |

Orang Indonesia-Australia Sama-sama Ramah

Senin. 08 October 2012 18.07


melbourne
Salah satu sudut kota Melbourne.

Keberhasilan adalah dambaan dan impian setiap orang. Kata keberhasilan identik dengan prestasi. Keberhasilan ini tentunya tidak pada ruang lingkup yang sempit, tidak selalu posisi teratas atau number one, melainkan melalui proses pengenalan diri sehingga mengetahui kelebihan dan kelemahan. Prestasi bukanlah sesuatu yang datang dengan tanpa usaha keras. Berprestasi tidak hanya akan mengharumkan nama diri sendiri tapi juga nama keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Banyak orang menghubungkan prestasi dengan berbagai penghargaan. Setiap orang berbeda cara untuk meraihnya. Salah satu jalan saya untuk meraih prestasi adalah mengikuti program pertukaran pelajar (student exchange) yang diselenggarakan oleh AIAV (Australia Indonesia Association of Victoria) yang bekerja sama dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Cindy
Cindy May McGuire (tengah). Foto: Dok. Pribadi


Pada tanggal 10 Agustus 2012 saya dan 7 kawan lainnya berangkat dari Bandung. Setelah menginjakkan kaki di Melbourne, terasa suasana yang sangat berbeda, mulai dari penduduk, pemandangan, dan cuaca. Dalam diri saya terasa ada semangat untuk mempelajari Australia dan mengenalkan kebudayaan Indonesia yang unik kepada semua orang di sini.

Pada tanggal 16 Agustus, sekolah tempat saya ikut belajar mengadakan peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Sungguh perasaan yang menyenangkan dan mengharukan. Mereka membuat makanan Indonesia seperti buah. Kawan-kawan mendongeng  cerita rakyat dan praktik berbahasa Indonesia. Ada juga topeng wayang dan permainan balap kelereng. Saya menyampaikan pidato tentang bagaimana suasana dan budaya Indonesia. Kepala sekolah, para guru, dan kawan-kawan sangat menghargai  pidato saya itu. Saya merasa beruntung bisa berada di tengah mereka.

Indonesia dan Australia menurut saya hampir sama, orangnya ramah. Memang, ada perbedaan dalam cara belajar. Sekolah SMA di Australia memiliki kelas yang lebih kecil, paling banyak 30 murid. Di negeri Kangguru ini ada juga ujian, tetapi siswa akan tetap naik kelas bagaimana pun hasil ujian mereka. Cara ujian ini mempengaruhi sikap murid di sekolah. Guru-guru di sini berusaha untuk tidak memberikan pekerjaan rumah. Semua pekerjaan diselesaikan di sekolah sehingga siswa mempunyai lebih banyak waktu untuk beristrihat  dan bermain. Siswa yang minimal berumur 15 tahun, boleh mempunyai kerja sambilan selama 1-2 jam dalam sehari. Ini bisa untuk menambah uang saku dan belajar mandiri. Waktu sekolah berlangsung antara jam 09.00 sampai 15.30.

Kendaraan umum di sini adalah kerata api dan bus besar. Makanan yang tersedia umumnya bisa saya nikmati, tapi saya rasa kurang pedas. Maklum, saya suka sekali makanan  pedas.
Memang, berat juga 6 minggu tinggal jauh dari keluarga dan orang-orang yang dicintai. Untungnya saya sudah berlatih untuk mengurus diri sendiri dan tinggal sendiri. Sedih sekaligus senang ketika meninggalkan Indonesia, rasanya akan sama juga ketika saya nanti meninggalkan Australia. Di sini saya sudah banyak berbagi cerita,  mendapat teman dan menjalin ikatan seperti keluarga sendiri.

Saya sadar bahwa Indonesia memiliki budaya yang sangat kaya dan dipelajari oleh orang dari negeri lain. Saya sangat senang, karena ternyata antara Indonesia dan Australia bisa saling mengenal budaya masing-masing. Hal ini memberi kesempatan bagi kami, generasi muda, untuk dapat belajar mengenai budaya negara lain. Saling kenal dan berbagi cerita. Saya percaya, dengan saling kenal dan merasa dekat, masa depan kami akan lebih cerah.  (Cindy May McGuire, SMAN 2 Ciamis).

1 komentar:

Redi Son Hakim mengatakan...

Saya bangga denganmu Princess. Tetap semangat ya Cindy!! :-)